Paus Fransiskus Menggambarkan Kebaikan, Keindahan dan Kasih Allah
IMAN, Persaudaraan, dan Bela Rasa, di satu sisi tiga kata tersebut dekat dalam hidup sehari-hari namun kerap urung diamalkan. Di sisi lain, pandangan saya lebih sering melihat selumbar di mata sesama, akhirnya menuduh mereka yang cenderung pasif, pelit, dan kurang peduli. Refleksi saya, jangan-jangan nafsu duniawi sudah menjadi balok di mata saya, yang menghalangi ungkapan kasih untuk sesama.
Meski jarak saya cukup jauh dari area lintasan, senyum Paus Fransiskus sungguh nyata membawa sukacita penuh. Jarang sekali sepanjang hidup Saya bisa langsung terdiam dan mengucap syukur ketika memandang seseorang, karisma Bapak Suci sejelas-jelasnya menggambarkan kebaikan, keindahan dan kasih Allah.
Semakin lama saya memandang Paus, semakin saya sadar Saya hanyalah seorang pandir. Seperti kotbah Paus saat Misa Agung, kegagalan, kesalahan masa lalu, perasaan lelah dan kecewa, telah menghambat perjalanan hidup saya dan mungkin juga hidup orang-orang di sekitar saya. Namun, untuk bisa berubah dan melihat mukjizat, Saya pun harus mencoba berani mengambil resiko dan merasakan beratnya komitmen dalam menjalani tugas hidup sehari-hari, kendati ketika di kemudian hari saya berusaha menebar jala dan tidak mendapat apa-apa. “Duc In Altum”.
Kredit foto: INDONESIA PAPAL VISIT COMMITTEE/IWAN JAYADI